Selasa, 31 Januari 2017

Sholat Malam Semalam Suntuk




Mengerjakan shalat sunnah tidak ada larangan, bahkan sesuatu yang bagus dan jarang orang jaman sekarang mengamalkannya. Tetapi ketika berlebihan apapun menjadi tidak baik meski itu memiliki nilai pahala.  Meski tenaga yang dimiliki seseorang berlebih tetap tidak boleh berlebihan apalagi hingga melupakan atau meninggalkan perkara yang wajib.

Larangan berlebih-lebihan

Hal ini masuk kategori israf, dan ini adalah sebuah larangan. Allah SWT berfirman
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al A’raaf [7] : 31)
Salah satu hal negative yang harus dijauhi oleh seorang muslim dan keluarga muslim adalah israf (berlebih-lebihan) dalam urusan sandang, pangan, papan, maupun ibadah. Ayat di atas adalah larangan keras terhadap perbuatan israf dalam segala hal.

Diriwayatkan dari Abu NU’amah, bahwasanya ‘Abdullah bin Mughaffal mendengar anaknya berdoa , “Ya, Allah aku meminta kepada-Mu istana putih di sebelah kanan Surga, bilamana akau memasukinya.” Maka ia pun berkata,” Hai, anakku, mintalah Surga kepada Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari api neraka. Karena aku mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda,” Sesungguhnya, aka nada nanti di tengah ummat ini orang-orang yang melampaui batas dalam bersuci dan berdoa.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Ulama melarang

Meskipun Qiyamullail berpahala besar namun tidak selayaknya seseorang menyibukkan diri dengannya sampai tidak mampu atau tertidur ketika harus melaksanakan shalat SUbuh. Abu Hamid Al-Ghazali menyebut orang yang sibuk shalat malam sehingga subuhnya ketinggalan sebagai orang yang membangun sebuah istana tetapi membinasakan satu kota.


Imam Malik dalam Al-Muwatha’ menulis bahwa suatu hari Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu tidak mendapati Sulaiman bin Abu Khatsmah saat shalat Subuh. Pagi itu Umar pergi ke pasar, rumah Sulaiman berada di antara pasar dan masjid Nabawi. Dalam perjalanan Umar bertemu dengan Syifa’ , Ibu Sulaiman. Umar bertanya,” Subuh tadi saya tidak melihat SUlaiman, ada apa? Syifa’ menjawab, “ Semalam dia bangun shalat. Setelah itu dia diserang kantuk hebat,” Umar pun berkata,” Bisa  mengikuti shalat subuh berjamaah lebih aku sukai daripada shalat semalaman suntuk

Kamis, 05 Januari 2017

Piutang, Bila Seseorang Tidak mampu bayar hutang , perlu diikhlaskan atau tidak ?


Berhutang bukan masalah yang sederhana. Seorang yang mati syahid pun, yang oleh banyak riwayat dijamin surga bahkan bisa memberikan syafaat kepada 60 orang anggota keluarganya, persoalan hutangnya bisa menghambatnya. 


Terbukti, Nabi Muhammad SAW sampai tidak mau menshalatinya karena statusnya yang meninggal dalam keadaan menanggung hutang.

Syaikh DR Shaleh Al-Fauzan telah berbicara panjang kali lebar di dalam kitabnya Al-Mulakhas Al-Fiqhi, yang intinya, jika memang orang melunasi hutangnya, misal tidak ada harta yang harus dijual untuk menutup hutangnya, maka para ulama berpendapat agar hutangnya dipotong menjadi setengah, jika dia berhutang seratus juta maka tanggungan hutangnya tinggal 50 juta. Di angka itu dia dipaksa untuk melunasinya walaupun dia harus berhutang lagi dengan mencari pinjaman  ke orang lain, missal ke saudara, kerabat atau teman sejawat. Akan tetapi jika tidak sanggup juga, maka negaralah yang menanggung hutang tersebut (tapi sayang Negara kita yang tercinta ini tidak menerapkan hukum ini). 

Dan jika tidak ada yang harus dijual, tidak ada pinjaman, tidak juga Negara menanggung, yang intinya sudah mentok, maka kita serahkan kepada Allah untuk memberikan solusi yang terbaik atas masalah ini dan masalah ini berhenti di sini. Akan tetapi jika kita mau mengikhalskannya semoga hal itu menjadi amal ibadah kita dank arena kita telah memudahkan urusan hamba-hamba Allah semoga Allah memudahkan urusan kita.

Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW bersabda ,” Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia  dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seseorang muslim, pasti Allah senantiasa menolonh hambaNya itu suka menolong saudaranya.” (HR. Muslim, lihat juga Kumpulan Hadits Arba’in An Nawawi hadits ke 36)


Hal ini beda kasus dengan keadaan orang yang memang suka“ngemplang” hutang dan sengaja menunda-nunda membayar hutang padahal dia mampu, maka kita bisa minta peradilan kepada Allah kelak di hari akhir.